Pengadilan Tolak Aduan 3 Parpol Soal UU Pilkada, Ini Jawaban KPU

JAKARTA, News - Komisioner Pemilihan Umum (KPU) Betty Epsilon Idroos menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan terkait peradilan Peninjauan kembali sejumlah pasal dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang diajukan oleh tiga parpol.
Ketiga parpol tersebut adalah Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Partai Rakyat Sejahtera (PRIMA).
p>
'Selama ini tentu menjadi tugas KPU untuk melaksanakan segala bentuk keputusan yang memiliki kekuatan hukum,' kata Betty saat ditemui pada Jumat (8,7 / 2022).
'Selama belum ada keputusan baru dalam undang-undang tentang penyelenggaraan pemilu, kami mengacu pada undang-undang yang ada dalam hal lain yang terkait,' jelasnya, seperti dalam UU Pemilu 7 Tahun 2017, yang berlaku saat ini.
'Yang sudah ada sekarang,' tambah Betty ke.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah menolak gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang diajukan oleh tiga pihak dalam sidang pembacaan vonis, Kamis (7/7/2022). >
Gugatan pertama diajukan oleh pihak Gelora, nomor berkas: 35/PUU-XX/2022, diwakili oleh Muhammad Anis Matta, Mahfuz Sidik.
'Menolak permohonan pelapor dalam suratnya ab lengkap,' demikian bunyi putusan yang dikutip Berita dari situs resmi MK, Jumat.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan partai Gelora yang menguji Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu. Mahkamah Konstitusi menilai permohonan tersebut tidak berdasar secara hukum.
Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu menyatakan: 'Pemilu dilaksanakan serentak pada hari libur atau hari libur nasional.'
Sementara itu disebutkan dalam Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu: “Pemungutan suara pemilu berlangsung serentak.”
Menurut Mahkamah Konstitusi, pihak Gelora mempertanyakan ungkapan “serentak” dan meminta waktu pemilihan anggota DPR , DPD dan DPRD Pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan pada hari yang sama tetapi pada tahun yang sama.
Namun demikian, Konstitusi Mahkamah menilai mosi ini sama dengan pemulihan model Pemilu 2004, 2009 dan 2014, yang dinilai secara tegas oleh Mahkamah dan dinyatakan inkonstitusional.
'Oleh karena itu tidak ada dasar hukum dan persyaratan yang berbeda secara mendasar. untuk Pengadilan untuk mengadopsi posisinya di fr . utama usia sehubungan dengan ungkapan 'serentak' sehingga norma pasal 167 ayat (3) dan pasal 347 ayat (1) UU 7/2017 belum dinyatakan konstitusional,' bunyi putusan tersebut. > Kemudian gugatan kedua didaftarkan dengan nomor berkas: 52/PUU-XX/2022, diajukan oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Aa La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Wakil Ketua DPD Nono Sampono, Mahyudin dan Sultan Baktiar Najamudin sebagai pemohon I.
Kemudian Presiden PBB Yusril Ihza Mahendra dan Sekjen PBB Afriansyah Noor sebagai Pemohon II.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan Pemohon I tidak dapat dikabulkan. Sedangkan permohonan Pemohon II ditolak seluruhnya.
Mahkamah Konstitusi menolak gugatan PBB terkait pengujian Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur tentang Pemilukada. Presiden dan Wakil Presiden mengatur ambang batas pencalonan.
p>Mahkamah menilai tidak ada masalah konstitusional dengan norma Pasal 222 KUHAP mengenai substansi norma Pasal 1 ayat (2 ), Pasal 4 ayat (1), Pasal 28J ayat (1), dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
Oleh karena itu, permohonan uji materil tidak sepenuhnya terbukti
Sementara itu Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak mengizinkan permintaan dari jajaran DPD tentang pihak yang berkompeten secara hukum untuk mengajukan permintaan pemeriksaan norma Pasal 222 KUHAP.
Karena pihak yang berwenang secara hukum untuk meninjau standar Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 a quo adalah (i) partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu; dan (ii) individu warga negara yang berhak dipilih dan didukung oleh partai politik.
Atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden atau partai politik pendukung untuk mengajukan mosi bersama.
Gugatan PRIMA
Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga menolak nomor aduan : 57/PUU-XX /2022, diajukan oleh Ketua Umum PRIMA Agus Jabo Priyono dan Sekjen PRIMA Dominggus Oktavianus Tobu Kiik.
Mahkamah menolak gugatan PRIMA -Pihak yang mengembalikan materi Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu, yang berbunyi: 'Partai politik peserta Pemilu adalah partai politik yang dibentuk/diverifikasi oleh KPU.'
Pengadilan memutuskan bahwa permintaan tersebut tidak beralasan menurut hukum. pokoknya sama dengan apa yang diputus MK dalam putusan MK Nomor 55/PUU-X VIII/2020, namun dengan dasar pemeriksaan yang berbeda dan juga alasan konstitusional pemohon berbeda.
Namun demikian, esensi permohonan dalam perkara A-quo ini sama dengan perkara sebelumnya, yaitu pembuktian terhadap partai politik baik secara administratif maupun
“Dengan demikian, pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.: 55/PUU-XVIII berlaku /2020 mutatis mutandis untuk pertimbangan hukum permohonan a quo', demikian bunyi putusan tersebut.
Komentar
Posting Komentar